Buletin At-Tauhid edisi 09Tahun XIV
Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Rabbnya, melainkan juga mengatur hubungan antar manusia, termasuk antara rakyat dengan pemimpinnya. Oleh karena itu, rakyat memiliki hak dalam Islam untuk menasihati pemimpinnya agar senantiasa berada di jalan yang lurus.
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan rakyatnya”. (HR. Muslim)
Abdul ‘Aziz ibn Abdullah ibn Baz menjelaskan dalam fatwa beliau, “Diantara bentuk nasihat pada pemimpin ialah mendoakannya dengan taufiq, hidayah, baiknya niat, amal, dan bathinnya”.
Namun realita saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak rakyat yang tidak mengetahui hak pemimpin kaum muslimin, bahkan banyak yang justru menghinakannya, melecehkan agamanya maupun fisiknya, bahkan berujung pada sikap tidak mengakui keabsahan pemerintahannya dan menghasut pada pemberontakan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Penguasa ialah naungan Allah di muka bumi, siapa yang menghinakannya berarti menghinakan Allah, siapa yang memuliakannya berarti memuliakan Allah” (HR Ibn Abi Isham, dinilai hasan oleh Al Albani dalam Zhilal Al Jannah 2/489)
Artikel ringkas berikut ini akan membahas tentang urgensi dan faidah mendoakan pemimpin kaum muslimin, insya Allah.
Mendoakan Pemimpin Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Beberapa keterangan para ulama dalam berbagai kitab-kitab aqidah menunjukkan bahwa mendoakan pemimpin kaum muslimin merupakan hal yang wajib ditunaikan.
Abu Ja’far At Thahawi (wafat 321 H) rahimahullah menuliskan dalam kitabnya Al Aqidah At Thahawiyah,
“Dan kami berpendapat taat pada pemimpin termasuk dalam taat pada Allah ‘azza wa jalla yang wajib, selama mereka tidak memerintahkan maksiat. Dan agar rakyat mendoakan pemimpinnya dengan kebaikan jasmani dan ruhani”
Hasan ibn Ali Al Barbahari (wafat 329 H) dalam Syarhus Sunnah menuliskan,
“Kita diperintahkan untuk mendoakan mereka dengan kebaikan bukan keburukan, meskipun ia seorang pemimpin yang dzalim lagi jahat karena kedzaliman dan kejahatan akan kembali kepada diri mereka sendiri sementara bila mereka baik maka mereka dan seluruh kaum muslimin akan merasakannya.”
Abu Bakr Al Isma’iliy (wafat 371 H) dalam I’tiqad ‘Aimmah Ahl Al-Hadits menuliskan,
“Ahlus sunnah wal jamaah berpendapat wajib shalat, yaitu shalat Jum’at dan selainnya, di belakang tiap pemimpin kaum muslimin, baik ia bersikap adil maupun kejam. Mereka juga menganjurkan mendoakan para pemimpin dengan kebaikan dan keadilan”
Abu Utsman As Shabuniy rahimahullah (wafat 449 H) dalam Aqidah As Salaf Ashab Al Hadits berkata,
“Ahlus sunnah wal jama’ah meyakini wajibnya mendoakan penguasa dengan kebaikan, taufiq, dan perbaikan, serta agar mereka menebarkan keadilan dalam masyarakat”
Teladan Para Salaf Dalam Mendoakan Pemimpin
Al Barbahari menceritakan kisah Fudhail ibn ‘Iyadh beliau berkata, “Jika aku tahu bahwa aku mempunyai satu doa yang mustajab maka akan aku persembahkan doa itu bagi para pemimpin.”
Beliau kemudian ditanya: “Wahai Abu Ali, jelaskan maksud ucapan tersebut?” Maka beliau berkata, “Bila doa itu hanya aku tujukan bagi diriku, tidak lebih hanya bermanfaat untuk diriku, namun bila aku persembahkan kepada pemimpin dan ternyata para pemimpin berubah menjadi baik maka semua orang dan negara akan merasakan manfaat dan kebaikannya”
Abu Bakr Al Maruudzi dinukil dalam kitab As Sunnah berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah, yaitu Imam Ahmad ibn Hanbal, menyebut Khalifah Al Mutawakkil seraya mengatakan, ‘”Sesungguhnya aku selalu mendoakan kepadanya dengan kebaikan dan keselamatan”
Diriwayatkan dalam Al Bidayah wa An Nihayah bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal juga berkata, “Sungguh aku mendoakan penguasa dengan kelurusan, taufiq, dan kekuatan, sepanjang siang dan malam, dan aku memandang hal itu wajib atasku”.
Faidah Mendoakan Pemimpin
- Mendoakan pemimpin termasuk bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala
Seorang muslim apabila mendoakan penguasa, sesungguhnya ia telah beribadah pada Rabbnya. Karena ia telah mendengar dan ta’at pada penguasa dalam rangka menaati perintah Allah dan RasulNya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah RasulNya, dan ulil amri di antara kalian“ (QS. An-Nisa’ : 59 )
Diantara bentuk ta’at pada penguasa ialah mendoakannya dalam kebaikan. Nashiruddin Ibnul Munayyir Rahimahullah (wafat 681 H) berkata,
”Mendoakan seorang penguasa yang wajib ditaati adalah disyari’atkan dalam segala kondisi”
Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz dalam fatwa no 1940 menjelaskan,
“Mendoakan penguasa merupakan bentuk pendekatan diri yang agung pada Allah Ta’ala, dan termasuk ketaatan yang utama”
- Mendoakan penguasa ialah bentuk melepaskan beban kewajiban, karena doa ialah bentuk dari nasihat, dan memberi nasihat hukumnya wajib bagi tiap muslim. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Agama adalah nasihat” (HR Muslim)
- Mendoakan pemimpin ialah ciri ahlus sunnah wal jama’ah. Al Barbahariy menulis dalam Syarhus Sunnah,
“Jika engkau melihat orang yang berdo’a buruk kepada seorang pemimpin, ketahuilah bahwa ia termasuk pengikut hawa nafsu, namun bila anda melihat orang yang berdoa untuk kebaikan seorang pemimpin, ketahuilah bahwa ia tergolong ahlus sunnah insya Allah”
- Bahwasanya penguasa apabila mendengar rakyatnya mendoakannya, ia pun akan senang dan membalas doa tersebut dengan doa kebaikan serupa atau ia akan membalas dengan mengupayakan keadilan dan kemakmuran rakyatnya. Inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
“Sebaik-baik pemimpin bagi kalian ialah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan begitu pula mereka mendoakan kalian” (HR Muslim)
- Mendoakan penguasa manfaatnya amatlah besar dan akan kembali pada rakyat itu sendiri. Karena apabila penguasa baik, maka keadaan rakyat juga akan baik.
Abu Bakr As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ditanya,
“Sampai berapa lama kami bisa mendapati perkara baik ini (yaitu agama Islam) yang Allah datangkan setelah masa jahiliah?”
Maka beliau menjawab, “Selama pemimpin-pemimpin kalian tetap istiqamah” (HR Bukhari)
Ibn Hajar rahimahullah mengomentari hadits ini menjelaskan, “Yaitu karena baiknya agama manusia tergantung pada baiknya agama raja-raja mereka.”
Ibnul Munayyir menceritakan tentang sebagian salaf yang tetap mendoakan kebaikan bagi penguasa zhalim. Ketika ditanya alasannya mereka menjawab,
“Iya demi Allah, aku tetap mendoakannya. Apa yang dapat dicegah dengan adanya pemimpin, adalah lebih besar dari apa yang timbul akibat hilangnya pemimpin”
Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz juga memfatwakan,
“Penguasa lebih utama untuk didoakan dengan kebaikan, karena baiknya penguasa ialah baiknya ummat. Maka mendoakan penguasa termasuk doa yang paling penting. Mendoakan agar ia selalu berada di jalan kebenaran, ditolong oleh Allah, diperbaiki batinnya, dijaga dari keburukan dirinya dan keburukan orang-orang yang duduk dekat dengannya (penasihat, menteri), diberi taufiq dan hidayah, baiknya hati dan amal shalih, maka doa seperti ini sangat urgen dan merupakan bentuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala.”
Doakan Pemimpinmu di Mimbar Jum’at
Diantara bentuk kebaikan ialah hendaknya para khatib Jum’at mendoakan pemimpin di mimbar Jum’at. Dengan mendengar doa tersebut, masyarakat akan mengaminkannya dengan khusyuk, dan mereka juga akan semakin optimis menyikapi kondisi negerinya.
Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ menjelaskan seputar hukum mendoakan pemimpin di mimbar Jum’at,
“Mendoakan pemimpin kaum muslimin dengan kebaikan dan pertolongan dari Allah agar selalu berada di atas kebenaran, menegakkan keadilan, dan agar Allah memberi kemenangan pada pasukan-pasukan perang Islam, maka hukumnya adalah sunnah mustahab dengan kesepakatan para ulama”
Ibn Taimiyyah rahimahullah dalam As Siyasah As Syar’iyyah menjelaskan,
“Para ulama salaf mereka berpendapat bahwa mendoakan dan menasihati penguasa termasuk bentuk pendekatan diri pada Allah yang amat agung, dengan tanpa diiringi ketamakan atas harta dan jabatan, bukan karena takut kepada penguasa, bukan pula atas dasar tolong menolong di atas dosa dan permusuhan”
Shalih ibn Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata,
“Mendoakan penguasa di khutbah Jum’at adalah hal yang baik di kalangan kaum muslimin. Karena mendoakan penguasa dengan taufiq dan kebaikan, merupakan manhaj ahlus sunnah wal jama’ah. Sedangkan meninggalkan mendoakan penguasa, adalah manhaj ahli bid’ah. Hal ini karena baiknya penguasa, akan membawa pada baiknya kaum muslimin. Sunnah ini telah lama ditinggalkan hingga manusia merasa aneh dalam mendoakan penguasa mereka, dan berburuk sangka kepada mereka yang mengerjakannya”
Jangan Berputus Asa dalam Mendoakan Pemimpin
Sebagian orang melihat profil pemimpin mereka dan merasa pesimis dengan perbaikan dan perubahan yang terjadi akibat kepemimpinannya. Akibatnya alih-alih mendoakan, yang keluar dari lisannya ialah celaan dan makian semata. Maka melihat fenomena ini hendaknya kita mengingat kembali bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu dan Allah pasti mengabulkan doa hambaNya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR Tirmidzi, dinilai hasan oleh Al Albani)
Allah Maha Berkuasa dalam memperbaiki keadaan siapapun, dan oleh karenanya para ulama salaf mereka tetap mendoakan kebaikan untuk pemimpin, meskipun ia berbuat zhalim kepada kaum muslimin. Semoga Allah memperbaiki kondisi pemimpin kita dan kaum muslimin pada umumnya. Amin yaa Rabbal ‘alamin.
Penulis : Yhouga Pratama, ST. (Alumni Ma’had I lmi Yogyakarta)
Murojaah : Ustadz Ammi Nur Baits, ST., BA.